Subscribe Us

header ads

Distraksi

Oleh: Arlans


1998, Kretek

Di sebuah lereng pegunungan yang menjulang tinggi, matahari perlahan mulai muncul di ufuk timur. Cahaya merah jingga memeluk puncak-puncak yang tertutup oleh kabut tipis, menciptakan siluet indah yang memukau. Udara sejuk pagi membelai pepohonan dan mengisi suasana dengan ketenangan yang hanya bisa ditemukan di alam.

Semilir angin sejuk membuat dedaunan bergetar dengan lembut, sementara burung-burung menyapa pagi dengan nyanyian riang. Suara gemercik air sungai yang berliku-liku melalui batu-batu kecil menambahkan nuansa damai pada saat pagi yang baru dimulai.

Di sela pepohonan, terdapat sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu, tempat seseorang tengah menikmati keindahan pagi ini. Ia duduk di gubuk kecil sambil memegang secangkir kopi hangat, membiarkan dirinya tenggelam dalam kedamaian pagi yang menyelimutinya.

Obrolan santai antara seorang pemuda dengan sang bapak menambah kehangatan suasana pagi itu. "Nak, bersyukur itu mudah di ucapkan tapi susah untuk dilakukan," ujar sang bapak. "Bisa nyante sambil ngopi sama kamu aja sudah senang bapak mah, hahaha." Sambung bapak diiringi gelak tawanya,

***

Sungguh kehangatan yang sangat Hong rindukan di desa itu kini telah berubah menjadi kota metropolitan. Klakson kendaraan menggema di seluruh penjuru, polusi mengudara di langit-langit. Dunia pendidikan mengajarkan menjadi boneka para elite gedung-gedung tinggi di mana orang mencari validasi atas dirinya, memasang topeng untuk kebahagiaan semu.

 

2007, Rempang Cate

"Halah ngapain kamu sekolah tinggi-tinggi toh ujung-ujungnya juga balik ke dapur," ujar laki-laki paruh baya kepada Bo. Ia berlari keluar rumah sambil terisak, ya ia wanita desa yang bercita-cita ingin sekolah setinggi-tingginya "Kenapa aku lahir begini? Sungguh dunia tak adil!" Ia berteriak di bukit sepi layaknya seorang hamba menentang Tuhannya. Sungguh kenangan itu terlintas sekarang di balkon apartemen Bo di kota Tugu Singa Duyung itu. "Aku tidak bisa berhenti di sini, hak-hak wanita harus terpenuhi, wanita itu setara dengan laki-laki," ucapnya membuyarkan lamunannya, ya ia menjadi aktivis pada zaman sekarang yang disebut feminisme meskipun ia ingat perkataan guru agamanya dulu di surau desa. "Sungguh sebenarnya Islam telah mengangkat derajat seorang wanita hingga diucapkannya ibu tiga kali dalam hadist." Tapi ia dibutakan karena kebencian dan keegoisan wanita itu

......

2012, Qalandiya

Malam itu langit terlihat lebih gelap dari biasanya, semerbak bubuk mesiu beradu dengan amis darah yang menyengat, gedung-gedung dan rumah penduduk telah hancur berantakan digerus mesin penghancur masal manusia. Mulut, jari, kaki, tangan mereka bungkam agar tak ada yang membantu. Mata, telinga, otak yang lain mereka alihkan ke hal-hal yang katanya membantu manusia dalam keseharian.

"Ibu, aku lapar," rintih gadis kecil di antara puing-puing. "Sabar Nak, meskipun kau lapar jangan sampai auratmu terlihat. Bacalah syahadat tiap waktu agar kita dapat tersenyum saat bertemu bapak," ujar ibu bernama Atkaf.

Di dinginnya malam dengan waspada Atkaf menggendong bidadari kecilnya untuk mencari pertolongan. Ia menyusuri  lorong-lorong di daerah Ramallah hingga tiba di pos militer, di keheningan malam ia mencoba tidak membuat suara agar tidak ada yang menyadarinya untuk mengambil sepotong roti bekas dari sampah yang dibuang, kemudian diambilnya roti itu dan dibawake gedung tempat dia beristirahat.

"Nak, Nak bangun!" Dengan suara lembut Atkaf membangunkan bidadarinya, membelai lembut daksa kecilnya sembari berkata, "Ayo Nak kita makan dulu." Dengan lahapnya gadis kecil itu makan suap demi suap baginya sangat berharga walaupun itu hanya roti sisa.

 "Ibu gak makan," ujar gadis kecil itu.

"Ibu sudah kamu saja yang makan," ucap ibu walau sang bidadari menyadari ibunya berbohong.

 "Nanti lepas makan kita istirahat ya nanti ibu pimpin doa," ucap Atkaf mengalihkan perhatian sang bidadari, "Asyhadu alla ila ha illahu, waasyhadu anna Muhammad Rasulullah, Bismika allahumma ahya wabismika aamuut,"  lanjut Atkaf memimpin doa dalam kekhusyukkan  luar biasa .

Dalam balutan hijabnya yang menutupi tubuhnya sembari mendekap bidadari kecilnya dan senyuman hangat dua insan yang mampu membuat malaikat tersipu malu terdengar DUUUUAAAR ....

2023, Plombokan

Kututup diary lusuh milik mendiang kakekku itu dan tanpa sadar air mata mengalir dari ujung kelopak mataku. Di tepi meja, sembari menghadap jendela besar, sejenak aku berpikir, "Apa kabar dengan sekarang?"

 

Posting Komentar

0 Komentar