Subscribe Us

header ads

Ketetapannya Bukan Ketetapanmu



Oleh: Aso

Hari itu cuaca cerah, matahari memancarkan sinarnya dengan keindahan, langit bagai kanvas raksasa yang biru bersih membuat pemandangan Distrik 7 Kairo begitu damai dan tenteram. Tepat di sore hari, seorang pemuda berseragam serba abu-abu berbadan tegap dan berisi, dengan gaya rambutnya disisir ke arah kiri berjalan dengan cepat layaknya tentara yang sedang bertugas. Tampak jelas pemuda ini sedang mengejar suatu janji yang harus ia tepati, seakan janji ini tidak bisa ditinggalkan, walaupun dia memiliki banyak hal untuk diurus. Di tangan kanannya dompet dan buku ia pegang kuat, pegangan itu sekuat janji yang ia pegang untuk ditepati. 

 “Permisi, Ustadz,” ucap pemuda itu kepada ustadz penjaga kafe.

Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan yang penuh dengan aroma khas masakan Asia yang memiliki kelezatan tiada tara bagi para pelajar yang datang dari benua tersebut. Kemudian pemuda itu masuk ke ruangan yang di dalamnya sudah ada teman-temannya.

Pemuda itu berbadan tegap, berambut klimis, berwajah Asia, pakaian selaras warnanya menjadikannya terlihat rapi dan santun, pemuda ini bernama Ariz.

Dua teman Ariz bernama Anggah dan Toni sudah berada di dalam ruangan tersebut, mereka sedang asyik bermain handphone-nya masing-masing. Mereka berdua adalah pemuda yang berasal dari Asia sama seperti Ariz. Pertemuan ini adalah pertemuan bersama sekretaris organisasi. Tentunya membahas perkembangan organisasi mereka dalam menyatukan kebersamaan antara mereka, karena kebersamaan membuat pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien.

“Di mana teman-teman yang lain?” tanya Anggah kepada Ariz dan Toni. 

Ariz menghela nafasnya kemudian mengatakan, “Mungkin masih di jalan.”

Tak lama kemudian datanglah teman-teman mereka. Pertemuan berjalan dengan lancar. Pembahasan dijalankan penuh dengan khidmat, agar tidak ada perselisihan antara mereka dan tidak terjadi kesalahan antara mereka, layaknya kesalahan ‘perfotoan’ yang menimbulkan kebakaran. Perkumpulan serasa nikmat dan lezat, senikmat makanan yang berada di atas meja mereka.

Allahu Akbar Allahu Akbar. Suara azan berkumandang, menandakan salat magrib telah tiba. Terlihat pemuda berbadan tegap itu mematikan handphone-nya dan meletakkannya dipinggir ruangan. Semua yang di dalam ruangan tampak terdiam sejenak mendengarkan suara azan yang berkumandangan. Mereka pun segera menyelesaikan pertemuan mereka. Dan seusai pertemuan mereka menunaikan salat berjamaah.

Jam mengarahkan 19:50 CLT, Ariz berdiri dan berpamitan kepada teman-temannya untuk pulang terlebih dahulu. ”Eh Ana duluan ya, teman-teman.” Seraya mengulurkan tangannya menyalami teman-temannya. ”Adakah yang mau berangkat bareng ke darasah?” tanya Ariz. 

“Eh, Ustadz Imat, antum mau bareng nggak?”Ariz menawari Ustadz Imat.

“Wah, boleh juga,” balas Ustadz Imat.

Pemuda berseragam serba abu-abu itu langsung pulang, ia sedikit mempercepat jalannya terlihat terburu-buru seperti ada yang dikejar olehnya. Tak lama sampailah ia di kamar, ia langsung mengambil tasnya yang berisi pakaian yang sudah disiapkannya sebelum kumpul.  Tanpa berpikir panjang ia langsung menarik kunci motor yang tergantung di tembok kamar dan bergegas pergi untuk menjemput temannya. Ia kemudian bergerak cepat menuju lantai paling bawah untuk menaiki motornya. Setelah menaiki motornya dengan sempurna, Ariz menancapkan kunci motor dan mengucapkan beberapa doa untuk dimudahkan di perjalanannya. Suara motor pun mulai terdengar dengan bunyinya yang menarik perhatian orang sekitarnya. Motor merek Hoajiang itu  dengan pesonanya yang begitu indah melaju dengan pesatnya menuju tempat tujuannya.

“Gass …. Ustadz Imat,” kata Ariz kepada Ustadz Imat.

“Gass Akhi!” jawab ustadz Imat. Pemuda penunggang motor langsung memasukkan gigi satu dan mengendarai motor dengan fokus. Kendaraan yang mereka naiki adalah kendaraan yang dimiliki kakak Ariz. Maka tak heran jika pemuda itu sangat menjaga dan menyayangi motor tersebut.

“Wah ini pertama kali ana naik motor di Mesir,” ucap Ustadz Imat. 

Di sepanjang jalan banyak hal yang mereka bicarakan dan banyak hal yang ditanyakan oleh Ariz kepada Ustadz Imat. Memang Allah selalu benar dalam meletakkan hamba-hambanya, Allah selalu mendatangkan salah satu di antara dua hal untukku, yaitu kebahagiaan atau pengalaman. bisik lirih Ariz di dalam hati.

Angin berhembus semakin kencang, ternyata kecepatan motor semakin cepat. Beberapa menit kemudian sampailah mereka di tempat tujuan. Ketika Ustadz Imat ingin berpamitan, tiba-tiba Ariz teringat ponselnya. Ia membongkar tasnya dan mengecek kantong celananya ia juga tidak menemui ponselnya.

“Ustadz, boleh minta tolong coba  chat  Rama,“ pinta Ariz. Rama adalah teman sekamar Ariz. Tampak pemuda itu mulai gelisah dengan kehilangan ponselnya. Mulailah terjadi perkelahian di dalam diri pemuda tersebut. “Astaghfirullah,” lirih pemuda itu di dalam hati, dia-pun berusaha menenengkan dirinya.

“Oke-oke,” jawab Ustadz Imat atas pemuda itu, Ustadz imat langsung mengirim pesan kepada Rama.

“Wah gak dijawab, Riz,” gumam Ustadz Imat.

“Sudahlah Ustadz, sepertinya ketinggalan di rumah atau di kafe,” jawab pemuda penunggang Hoajiang. Kemudian Ariz berpamitan ke Ustadz Imat sambil mengulurkan tangannya. Ustadz Imat  adalah senior, sekaligus gurunya Ariz ketika masih di pondok. Makanya beliau sangat dihormati.

Rasa tergesa-gesa itu masih meliputi dirinya. Sampailah dia di tempat latihannya setelah beberapa menit dari rumah Ustadz Imat. Ternyata dia tergesa-gesa dikarenakan sudah terlambat ke tempat latihannya. Ia masih berusaha menenangkan dirinya dengan memainkan kunci motor ditangannya, ia memutar-mutar kunci itu dengan lihai layaknya bermain karambit. Tanpa ia sadari senior silatnya sudah memerhatikannya, ia langsung bergegas ke kamar mandi mengganti pakaiannya.

Ariz adalah seorang pelatih di salah satu perguruan silat yang berada di Mesir. Ketika ia keluar dari kamar mandi tampaklah Lautan berwarna merah menghiasi lapangan latihan dengan pakaian yang serba merah bercampur kuning. Ia langsung mengambil sikap berdoa, sebelum latihan ia lakukan. Setelah berdoa pelatih itu berdiri merenggangkan tubuhnya ia pun  mulai mengelilingi murid-muridnya dan membenarkan gerakan-gerakan yang tidak pas dari murid-muridnya.

Berapa jam kemudian Ariz teringat lagi dengan hp-nya, yang lupa ia letakkan di mana, antara tertinggal di kafe atau tertinggal di rumah. Kegelisahan itu pun terus mengganggunya. Ia pun mendatangi salah satu dari senior silatnya, dan meminta izin untuk pulang terlebih dahulu. Kemudian senior silat itu langsung mengizinkannya, karena tahu kehilangan barang di Mesir sangat lah rawan, dan tingkat kriminal di Mesir sangat lah tinggi. Spontan saja Ariz langsung bergegas mengganti bajunya dan langsung mengemasi barang-barangnya. Ariz berlari dengan cepat menuju motor untuk pulang mengecek hp-nya. Sampai di motor,  dia merasa ada yang tertinggal, ternyata kunci motornya. Ia pun kembali ke tempat latihannya.

Seketika Ariz kembali langsung ke tempat ia meletakkan tasnya. Ternyata dia tak menemukan juga kunci motornya. Ia mulai mengingat-ingat dimana terakhir ia meletakkan kunci motornya.

 “Astaghfirullah, sepertinya tertinggal di kamar mandi,” lirih Ariz didalam hati.

 Ia langsung bergegas mencari di kamar mandi. Setelah dicari-cari ternyata kunci itu hilang entah kemana. Apalah daya dia pun langsung bergegas ke motornya. Takut ada yang mengambil kuncinya dan ingin mencuri motornya. Ariz duduk di atas motornya untuk mencegah orang yang mungkin saja mengambil kuncinya. Semakin kacau pikiran Ariz, dan dirinya semakin risau. Emosi mulai tak terkendali olehnya. Kalau saja ia memiliki kekuatan api maka sudah ia bakar segala yang ada di kelilingnya. Pemuda itu mulai menyalahkan kebodohan-kebodohan yang ia lakukan, ia mulai teringat lagi dengan hp-nya.

“Ahh…, sial sekali hari ini, kenapa bisa-bisanya  hp dan kunci hilang secara bersamaan,” ucap lirih pemuda itu. 

Pemuda itu mulai panik di karenakan motor itu bukan kepemilikinya, ia mulai memikirkan apa yang akan diucapkannya kepada Kakaknya, rasa ketakutan itu mulai menghantui dan menakutkan pemuda itu. Ia semakin cemas, dan mulai mondar-mandir tak jelas, rambut yang semula rapi sudah tampak kusut. Ia duduk merenung di pojok tembok meratapi begitu menyedihkannya nasib yang di alaminnya.

Ariz mulai menenangkan dirinya dengan melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Paling ini nanti  selesai latihan ketemu kuncinya InsyaAllah, bisiknya lirih  di dalam hati. 

Ariz mengerahkan sekuat tenaganya, dan mengajak teman-temannya untuk membantu mencari kunci motornya. Namun tak kunjung ditemui juga kunci tersebut. Ia kembali ke motornya. 

Ariz mulai mengangkat kedua tangannya dan memohon kepada Allah, ”Ya Allah aku sudah melakukan sebisaku dan aku sudah melakukan semaksimalku dan aku tawakalkan semua ini kepadamu, Ya Allah” ucapnya di dalam hati. Ariz pun mengeluarkan buku yang ada di tas, kemudian membacanya, sambil menunggu selesainya latihan. Tanpa disadari waktu sudah menunjukkan jam 00:34 CLT latihan pun selesai.

  Semoga saja ketemu, Ariz membatin lagi. Pelatih mengumumkan ke murid-murid, dan ternyata murid-murid pun tidak menemuinya. Dan sudah mulai tampak bahwasanya kunci ini hilang. Ia pun mendengar kabar bahwasannya kunci itu tidak ditemukan siapapun, kepanikan dan kegelisahannya semakin bertambah. 

       Ya Allah kenapa bengini banget sih nasib, tuturnya lirih mengungkapkan keadaannya saat  itu. Pemuda itu berusaha sebisa mungkin menenangkan pikirannya, ia  berusaha tetap tenang meski dalam dirinya sangat kacau. “Aku kira Allah sedang menguji kesabaranku, ternyata Allah sedang menguji ketakwaanku,” ucapnya dalam hati.

Ariz mulai dibebani dengan banyak pilihan, dan mulai sulit dalam memilih. Ia mulai teringat kata gurunya, “Hidup ini tentang pilihan, dan semua yang kamu pilih itu benar, kapan pilihan itu menjadi salah, ketika kamu tidak bertanggung jawab atas pilihanmu.” 

“Aku harus cepat dalam memberi keputusan ini,” ucap Ariz di batinnya. Ia masih duduk di atas motornya termenung memikirkan keputusan apa yang harus ia tentukan.

Tak terasa waktu terus berjalan, dan ternyata waktu sudah hampir subuh. Tak lama kemudian datang teman-temannya. “Gimana ini, Riz,” tanya senior silat Ariz.

“Wah kayaknya ana harus pindahin ke rumah, Bang,” jawab Ariz.

“Wah kalau jam segini susah nyari jasa naql,“ tutur senior silat.

“Kalau adapun pasti mahal,” ucap teman silat Ariz.

Pemuda penunggang Hoajiang terlihat termenung memikirkan apa yang harus ia lakukan.

“Atau kita patahin aja kunci stang motornya,” jelas senior Ariz.

Semakin bertambah lagi kepanikan pemuda itu, karna hp-nya tertinggal atau hilang belum ditemukan juga, secara tidak langsung pemuda itu tidak mampu mengabari Kakaknya. Ia pusing dalam menentukan pilihan-pilihan yang berat ini. Pemuda itu menggeram, kesal dengan keadaannya.

“Jangan dipatahin Bang stangnya,” jelas pemuda penunggang Hoajiang.

“Kalau mau pindahin aja ke tukang kunci dekat sini.” Saran teman Ariz.

“Yaudah gitu aja kali, Bang,” ujar pemuda berbaju abu-abu.

Berapa saat kemudian datanglah pemuda berjenggot tebal, berbadan besar. Ternyata pemuda berbadan besar itu adalah pemuda yang bekerja di jasa memindahkan barang, spontan saja pemuda berjenggot tebal langsung membantu menaikkan motor itu ke motor besarnya, motor yang dia tunggangi  lebih besar, memiliki box besar di belakangnya. Tak lama, motor Hoajiang itu sudah berada di atas motor pemuda berjenggot tebal. Kendaraan itupun diantarkan ke tukang kunci terdekat, ternyata sudah tutup, ini terlalu malam untuk membenarkan motor. Sehingga para pelatih silat itu di sarankan menginap di rumah senior silat mereka, karena sudah hampir subuh.

“Kenapa engkau begitu kejam kepadaku ya Allah,” ujar lirih pemuda Asia di dalam hati.

“udah jangan terlalu dipikirkan, Riz.” Senior silat berusaha menenangkan.

Sampailah mereka dirumah tujuan. Setelah sampai dilanjutkan perkumpulan, membahas evaluasi latihan. Tanpa di sadari ternyata pemuda Asia itu ketiduran di pojok ruangan.

Wah disini rupanya kunci motorku, ujar pemuda pengendara Hoajiang.

Ah…, suara lirih terdengar, Ternyata pemuda itu bermimpi.

Pemuda itu terkejut bangun dari tidurnya, dan betapa terkejutnya pemuda itu, ternyata teman temannya sudah pada pulang.  Ia mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan terlebih dahulu. Akhirnya dia memutuskan untuk menemui Kakaknya.

 Sesampainya, dia langsung memberanikan diri untuk berbicara kepada Kakaknya.  Begitu terkejutnya Ariz, ketika sang Kakak tidak marah sama sekali. Ini membuat pemuda Asia lebih senang dan tenang. Terkadang ketakutan selalu saja merusak akal sehat manusia dalam berpikir.

Kakak Ariz, Ariz, langsung berangkat ke tempat kunci. 

Assalamualaikum apakah bisa membenarkan kunci motor disini, ujar Kakak Ariz.

Nggak bisa saudaraku, ini hanya duplikat kunci saja, jawab pekerja itu.

Betapa terkejutnya Ariz mendengar hal itu, rasa bersalah mulai meliputi dirinya.

“Sudah tidak apa-apa, jangan terlalu dipirkan,” ucap Kakak Ariz.

Motor Hoajiang harus dipindah lagi kerumah, ini membutuhkan biaya lagi untuk pemindahan, pembenaran kunci mungkin akan menghabiskan banyak biaya. Motor dinaikkan ke mobil, untuk dipindah ke rumah. Ariz duduk di belakang menjaga motornya. Tanpa di sadari air mata mengalir di pipinya, angin menghembus sepoi-sepoi. Ia mulai mengingat petuah-petuah yang disampaikan gurunya; “Tenanglah, Allah tidak mungkin mengujimu selain engkau kuat menghadapinya. Ingatlah ketika doamu dikabulkan maka bersyukurlah, dan jika doamu tidak di kabulkan maka berbahagialah, kenapa berbahagia? Karena yang kaudapati adalah rencana Tuhanmu bukan rencanamu. Ariz mulai merasa tenang dengan petuah tersebut, ia mulai berpikir jernih dan mengatakan di dalam hatinya:”Apapun yang terjadi pasti ada hikmahnya, semua yang terjadi pasti ada hal yang disiapkan untukku, semua yang terjadi pasti ada ilmu dan manfaat yang harus diambil.

لايكلف االله نفساالاوسعها

***

Kisah di atas adalah salah satu kisah dari beberapa kisah yang ada dalam kehidupan kita. Dalam  menerima dan memahami ketetapan yang ditetapkan oleh Allah.

 Memang terkadang semesta terlalu bercanda menghadirkan rasa putus asa tanpa aba-aba, hingga meninggalkan luka tanpa jeda.

 Mungkin Anda punya perencanaan tapi Allah yang punya ketetapan, hidup ini bukan tentang maunya kita, tapi hidup ini tentang ridho-Nya Sang Pencipta.

 Kau sering meminta pada Sang Pencipta untuk menjadi kuat, maka Allah kirimkan ketetapannya berupa ujian, itu adalah ketetapan yang membuatmu menjadi kuat. Kau bisa merencanakan semua rencana hidupmu, tapi rencana penciptamu lebih pasti dan akan terjadi.

Ayolah, berhenti berburuk sangka kepada Yang Maha Kuasa. Ketahuilah kamu tidak akan dapat apa yang tidak ditetapkan untukmu. Ingat pesan Ali bin Abi Thalib, “Barangsiapa yang bersandar kepada baiknya ketetapan Allah, Maka ia tidak akan mengangan-angankan sesuatu, selain keadaan yang  Allah berlakukan bagi hamba-hambanya.”

Maka kita perbaiki kembali pandangan kita terhadap ketetapan Allah. Dan ridho atas ketetapan-ketetapannya. Segala ketetapan yang ada tergantung bagaimana kita memahaminya dan menilainya.







Posting Komentar

2 Komentar