Belajar untuk Ujian atau Ujian untuk Belajar?
Oleh : Fadhilah Ma’munah
Setiap manusia dianugerahi akal untuk berpikir. Untuk berpikir dengan benar dan bijaksana, manusia berupaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Upaya tersebut membutuhkan proses, dan hal itu dilakukan dengan aktivitas yang disebut belajar. Menurut KBBI, definisi belajar adalah “memperoleh kepandaian atau ilmu.” Belajar sendiri merupakan proses untuk mengubah diri baik segi kepintaran atau kepribadian. Umumnya, proses belajar mengajar dilaksanakan di sekolah atau lembaga pendidikan yang lain. Final dari pembelajaran disekolah adalah pemantapan ilmu yang sudah diajarkan dengan dilaksanakannya ujian.
Problematika yang sangat memicu dilema dalam dunia pendidikan adalah banyaknya pelajar yang berpikir bahwa belajar hanya saat ujian. Faktanya, metode belajar secara SKS (Sistem Kebut Semalam) sangat digemari oleh kalangan pelajar. Lantas manakah yang benar, belajar untuk ujian atau ujian untuk belajar?
Mungkin kita pernah mendengar pepatah ini "Makan untuk hidup bukan hidup untuk makan." Makan adalah bentuk pertahanan diri untuk tetap hidup, karena tujuan hidup yang sebenarnya adalah menjadi baik dan tidak hanya untuk mengurusi perut saja. Sama halnya dengan ujian untuk belajar dan menjadi lebih baik, bukan hanya belajar untuk menjawab soal-soal ujian, kemudian melupakan semuanya setelah ujian berlalu. Hakikat ujian adalah untuk menguji ilmu yang telah dipelajari, yang kemudian menuju level selanjutnya yang lebih tinggi. Proses untuk melewati ujian membutuhkan banyak persiapan, kesungguhan, dan kejujuran dalam belajar. Hal tersebut juga menambah sekaligus menjadi tanda sebagai pribadi yang memiliki high value. Problematika ini juga pernah disinggung oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal, mengutip dari perkataan beliau,"kita menuntut ilmu untuk menjadi orang baik, bukan orang yang bisa menjawab pertanyaan ujian saja. Ujian untuk belajar bukan belajar untuk ujian. Jangan salah kaprah!”
Ujian merupakan alat untuk menguji dan memantapkan ilmu yang telah didapat. Hakikatnya, hidup harus dimaknai, oleh karenanya sangat ditekankan untuk berhati-hati dalam berpikir dan berbuat, karena kekeliruan pemikiran akan menimbulkan kerusakan fatal yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan.
0 Komentar