Subscribe Us

header ads

Abbas Al Aqqad, Dua Cinta, dan Abadi dalam Karya

  

https://commons.m.wikimedia.org/wiki/File:Abass_El-Akad_Skulptur_Aswan.JPG

Cinta selalu menjadi topik menarik untuk diperbincangkan. Tidak heran bila banyak pujangga dan penulis yang mengangkat tema romansa dalam karyanya. Atau bahkan mengabadikan kisah cintanya sendiri. Salah satunya adalah Abbas Al Aqqad, seorang penulis, penyair, jurnalis, dan kritikus Mesir pada penghujung abad 19.


Berangkat dari kegagalan kisah cintanya Abbas melahirkan dua buah karya bertema romansa. Melalui novel berjudul "Sarah" ia menceritakan hari-hari bersama kekasihnya yang merupakan seorang kristen Lebanon, sebelum akhirnya hubungan mereka kandas. Sama halnya dengan puisi-puisi yang terhimpun dalam "Cyclones of A Sunset" yang mengabadikan hubungan percintaannya dengan Hanumah Khalil atau biasa dikenal sebagai Madihah Yusri, seorang aktris dengan usia yang terpaut cukup jauh. Walaupun lagi-lagi hubungan ini harus kandas karena Hanumah menikah dengan Ahmad Salim, sutradara yang sudah membantu membuatnya menjadi bintang film terkenal. Novel "Sarah"nya sendiri mendapat apresiasi oleh kritikus-kritikus sastra sehingga dinilai sebagai “Ajmal Qashash al-Hubb min al-Syarq wa al-Gharb” atau Kisah Cinta terindah dari Timur dan Barat.


Terlepas dari lika-liku percintaannya, beliau juga merupakan seorang filsuf dan ulama. Keluasan ilmunya berasal dari kegemarannya dalam membaca. Dilahirkan dari keluarga yang terhormat pada 28 Juni 1889, di kota Aswan, Mesir, menjadikannya terjaga dalam lingkungan yang kondusif.


Abbas kecil sudah mendapatkan kesempatan menimba ilmu dengan salah seorang ulama Azhar yaitu Syeikh Ahmad Al Jadawi yang mana beliau banyak mengadopsi pemikiran dari Jamaluddin Al-Afghani. Dengan demikian, tanpa disadari Abbas kecil sudah terwarnai oleh berbagai corak ulama-ulama Islam pada masanya. Ditambah lagi kekagumannya terhadap Mostafa Kamil.


Sejak belia Abbas sudah memiliki keistimewaan, salah satunya dibuktikan dengan kemampuan yang melebihi teman sebayanya. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Imam Muhammad Abduh mengatakan “Sesiapapun yang menulis ini akan menjadi penulis nantinya." Ketika melihat karya milik Abbas kecil dalam kunjungannya ke sekolah dasar tempat Abbas bersekolah. Selain itu, ia juga memiliki kemampuan mengingat melampaui yang lainnya, sebagaimana yang dituturkan oleh saudaranya Sayyed Aqqad.


Tidak menyelesaikan pendidikan formal, bukan berarti berhenti dalam menuntut ilmu. Kendati demikian keinginan itu datang dari dalam dirinya. Karena ia merasa lebih gemar membaca sendiri daripada menempuh pendidikan formal. Dalam sehari ia bisa menggunakan waktunya 7-8 jam untuk membaca. Berbeda dari temannya, Abbas kecil menghabiskan uang sakunya untuk membeli buku-buku.


Di usia yang ke 16, ia bertolak ke ibukota dan memulai karirnya dengan mendatangi tokoh-tokoh nasionalis ketika itu. Selang 2 tahun selepas itu ia dipertemukan dengan Muhammad Farid Al- Wajdi seorang ulama dan penulis terkenal di Mesir dan kemudian mendapat bimbingan darinya.


Sebagai seorang jurnalistik dan penulis Abbas banyak menuangkan pemikirannya pada artikel-artikel dalam surat kabar dan juga buku-buku yang diterbitkan. Karyanya sudah lebih dari 100 buku, tidak hanya dalam pengetahuan dan agama, dan politik. Biografi ulama, serta pemimpin muslim dan puisi pun turut mewarnai keberagaman karyanya. Diantara karyanya yang terkenal adalah Al-'Abqariyat, Allah, dan Sarah.


Dalam menjalani karirnya, penulis dengan nama lengkap Abbas Mahmoud Al-Aqqad beberapa kali harus merasakan hidup dibalik jeruji bui, sebab pemikirannya yang dinilai cukup kontroversial. Walau begitu tidak menyurutkan semangat belajarnya, ia tetap menulis, memperhatikan, serta memperkirakan perihal sesuatu yang terjadi di luar rutan. 


Selain itu, Abbas juga mendirikan Ia mendirikan sebuah sekolah puisi bersama dengan Ibrahim Al-Mazny dan Abdel Rahman Shokry yang disebut Al-Diwan.


Abbas juga kerap mengkritisi beberapa penulis, karena menurut Abbas penulis yang baik adalah mereka yang memiliki ide serta gaya penulisan sendiri dan tidak mencontoh karya terdahulu. 


Muffakir Al Imlaq atau pemikir raksasa adalah julukan yang diberikan padanya karena kemandiriannya dalam pemikiran yang membuatnya menjadi tolak ukur dan panutan oleh pemikir lainnya. Tidak sedikit yang mengkaji karyanya baik dalam kesustraan arab, pemikiran arab modern, ataupun terkait metode penafsirannya terhadap Al-Qur'an. 


Abbas juga dikenal memiliki peran yang besar dalam bidang pengetahuan dan kemasyarakatan. Namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan di kota Kairo, Mesir. Kisah hidup Abbas pun sempat diabadikan dalam sebuah film berjudul The Giant yang dibintangi oleh Mahmud Mursi.


Oleh : Atina Husna

Posting Komentar

0 Komentar