Subscribe Us

header ads

Meniti Arah Menuai Asa

Oleh : Siti Nada Salsabila

Dimana, dimana itu ketenangan

Kota ke kota ku mencari kedamaian

Dari orang ke orang ku mencari kebahagiaan

Bercerita sana sini hanya untuk didengarkan

 

Tanpa tuju kumelangkah

Hanya modal nekat yang bertuah

Tengok, kudapat hanya hampa

Tenyata aku salah, salah tempat berserah

 

Bergantung kepada yang fana adalah sebuah kesalahan

Nyatanya ketentraman hidup bersanding dengan Tuhan

Sejauh apapun melangkah, tak  kau dapat  yang kau damba

Jika pada dirimu, masih berharap kepada selain-Nya


 (Gambar: dok. Cakrawala)

Menjalani roda kehidupan tentu saja tak luput dari kata arah. Sederhananya, orang yang berjalan ke suatu tempat  tetapi tak tahu arah  yang dituju, maka buntulah jalan yang ia tempuh. Terombang-ambing, bak berjalan di atas awan mengikuti angin tanpa tujuan.

Ini menjadikan arah sebagai hal yang esensial dalam kehidupan. Waktu singkat tak menjamin setiap orang menemukan arahnya. Nyatanya setiap orang memiliki masa dan juga cerita yang berbeda. Jadilah lakon hidup terbaik tanpa pernah menyalahkan orang yang belum selesai dengan arah tujuan, karena setiap bunga akan mekar pada waktunya.

Bingung? mungkin itu warna awal ketika kita memutuskan berjalan. Dijatuhkan oleh realita, dipersempit gerak semesta serta diadu domba oleh ekspektasi manusia. Sempat ingin keras kepala tapi takut tak menjadi apa-apa. Ingin cara instan tapi tak sebanding dengan kemampuan. Ingin lari pergi tapi tak berdaya.

Hingga akhirnya tersadar, bahwa pelita memerlukan gelap untuk terang, kunang-kunang butuh tempat dan waktu tuk bercahaya, mengapa kita tak terus berjalan? Mengapa kita tak terus berupaya hingga nanti usaha terjawab dengan doa?

Berjalan, bergerak menempuh arah meski masih menjadi bayangan, melatih diri harus siap siaga dalam kondisi apapun yang akan dihadapi. Banyak dari kita berhasil melewati jalan yang mulus, ada pula yang sebaliknya. Merasa jalannya seakan berliku tajam, bingung saat bertemu persimpangan dan bahkan menemukan jalan buntu di ujung persinggahan.

Lelah dan pasrah pun kian lama kian meningkat. Seakan tak ada lagi ruang untuk membangun cita, rasa gagal  menjadi trauma mendalam . Menjadikan diri tak berdaya untuk sedikit saja mengulang. Memperbaiki diri, bangkit lalu berjalan.

Selamat datang di negeri kinanah ini, yang jika kau pulang nanti, mimpimu akan sangat di junjung tinggi. Bukan lagi soal kemampuan diri, tapi semua ilmu mesti kau selami.

Menjadi buah yang manis memerlukan proses masak yang tidak sebentar, menjadi pohon yang kuat memerlukan akar yang kokoh untuk berpijak. Jangan pernah berhenti bergerak atau bahkan diam karena takut dengan kesalahan. Sudah menjadi hal lumrah bagi kita untuk menjadi salah saat sedang mencoba, dan menjadi gagal saat sedang menggapai sesuatu.

Saat ini hanya soal pendewasaan diri. Menjadi pribadi yang lebih mandiri, ingatlah kawan tujuan kita disini semata-mata hanya untuk mengabdi, nan jauh di kampung sana ada negeri yang harus dibenahi.

Perihal hati, jangan lalai di tempat persinggahan. Semua perjuangan kerasmu hanya bernilai kosong jika kau berharap kepada suatu yang tak abadi, suatu yang memiliki kelemahan, suatu yang tidak bisa mengantarmu pada mimpi.

Hidup yang baik adalah sebuah proses, bukan suatu keadaan yang ada dengan sendirinya. Kehidupan itu sendiri adalah arah bukan tujuan. Bukankah dunia adalah Daarul imtihan? Tempat kita berlomba merespon sebaik mungkin apa saja ujian Tuhan. Jadi sudah semestinya kita hidup untuk berkerja keras demi menggapai nilai yang sempurna di hadapan Sang Khaliq kelak.

Semoga kita semua senantiasa diberikan kekuatan diri baik rohani maupun jasmani, untuk terus berjuang di medan perang yang sangat luas ini, Dunia.

 

   

Posting Komentar

0 Komentar