Subscribe Us

header ads

Definisi Sahabat Dalam Islam

Definisi Sahabat Dalam Islam


  Selain berusaha menuntut ilmu sepanjang hidup, kita perlu memperhatikan faktor eksternal dalam pembentukan kepribadian diri kita. Mulai dari gaya berbicara, berpakaian, bahkan pemikiran. Salah satu faktor tersebut adalah sahabat. Memilih sahabat yang baik adalah perkara yang tidak bisa dianggap remeh. Karena itu, Islam mengajarkan kita agar tidak salah dalam memilih sahabat. Seperti yang telah disabdakan Rasulullah Saw: “Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapa yang menjadi teman dekatnya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, no. 927)


Sahabat adalah cerminan kepribadian diri kita. Dengan siapa kita bergaul, maka seperti itulah diri kita. Rasulullah Saw menganjurkan kita bergaul dengan teman yang baik, agar kita menjadi orang yang baik atau minimal kita mendapatkan kebaikan dari apa yang dilakukan teman kita. Begitu juga sebaliknya, apabila kita bergaul dengan teman yang jelek akhlaknya maka kita akan mendapat dampak buruknya juga.


Salah dalam pergaulan dapat menyebabkan rusaknya agama seseorang. Jangan sampai kita menyesal di hari skhir karena pengaruh buruk tersebut. Sehingga menjerumuskan kita dari kebaikan menuju jurang kesesatan dan kemaksiatan. Renungkanlah firman Allah berikut yang artinya “Dan ingatlah ketika orang-orang dzalim menggigit kedua tangannya seraya berkata: ”Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan Bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Seandainya dulu aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Quran sesudah al-Quran itu datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia” (al-Furqan : 27-29). Di ayat tersebut Allah Swt. menggambarkan orang-orang yang menjadikan orang fasik sebagai temannya di dunia. Sehingga menyebabkan penyesalan di akhirat yang sudah tidak berguna lagi.


Rasulullah Saw. bersabda yang artinya “Permisalan teman baik dan teman buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang penjual pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau akan mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628) 


Contoh persahabatan yang dapat kita jadikan teladan adalah persahabatan Rasulullah Saw. dengan Abu Bakar As-Shiddiq. Rasulullah Saw. sangat percaya kepada Abu Bakar dan sebaliknya Abu Bakar percaya semua yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. Sampai Abu Bakar mendapatkan gelar As- Shiddiq. Selain sikap saling percaya, kita dapat mencontoh perjuangan dan pengorbanan dalam persahabatan beliau. Ketika Rasulullah Saw. hendak hijrah ke Madinah, Abu Bakar bersedia menemani beliau, walaupun risiko yang akan dihadapi sangat besar. Akan tetapi, demi menyebarkan Islam bersama Rasulullah Saw. Abu Bakar bersedia untuk berkorban dan berjuang.


Dari penjelasan di atas, bukan berarti Islam melarang kita bergaul dengan orang-orang yang berkarakter buruk. Akan tetapi pergaulan tersebut harus berlandaskan niat untuk memperbaiki mereka. Dalam hal ini, kita harus benar-benar mempertimbangkan kebaikan dan bahaya dari pergaulan tersebut. Jika kita tidak memilih sahabat yang buruk hanya terdapat dua pilihan; kita yang akan mempengaruhi mereka menjadi lebih baik atau kita yang akan menjadi korban dampak buruk mereka, dan tidak ada pilihan ketiga.


Sumber: Majalah Cakrawala Edisi 8 "Prisma Ilmu" dengan judul asli "Sahabat" ditulis oleh Muhammad Zaki

Posting Komentar

0 Komentar