Subscribe Us

header ads

Menelisik Organisasi Masisir dalam Perspektif Psikologi

Menelisik Organisasi Masisir dalam Perspektif Psikologi

Kairo, Mesir adalah tempat yang menjadi kota idaman bagi para penuntut ilmu. Bagaimana tidak? Kota yang dijuluki kota para nabi ini menyimpan banyak sejarah tentang perdaban Islam. Tidak hanya sebatas peradaban melainkan warisan ilmu para ulama terdahulu. Pantas saja kota ini menjadi salah satu kota yang sangat diharapkan para mahasiswa pun mahasiswi.

Mereka datang sebagai orang awam dari negara yang bukan tetangga dan belum pernah bertegur sapa sebelumnya. Satu-satunya hal yang mereka ketahui hanyalah menuntut ilmu di negeri pewaris para nabi ini. Lalu, bagaimana pendapat mereka yang datang menginjakkan kaki di Bumi Kinanah dan kemudian disambut dengan berbagai acara, panitia dan organisasi? Akankah hal ini akan merusak konsep, orientasi atau mindset mereka? Dan bagaimana tanggapan para Masyayikh al-Azhar yang sangat memperhatikan kondisi para mahasiswa asing di Mesir?

Tidak hanya kedutaan besar yang menjadi pemerhati dalam hal ini, namun para Masyayikh pun turut memperhatikan keadaan murid-muridnya. Salah satunya adalah Syaikh Syafruddin. Menurut beliau, mahasiswa Indonesia  yang datang ke Mesir untuk belajar pada tahun pertama masih memiliki cita-cita dan semangat yang tinggi. Lebih baik mereka dibekali pesan dan nasehat tentang lingkungan dan keadaan Mesir. Karena pada dasarnya, tahun pertama itu belum banyak mencoba, belum tahu tantangan, ujian semuanya masih samar.

“Organisasi itu tidak salah, waktunya yang salah,” kata beliau menanggapi permasalahan ini.  Jika kita amati dalam pandangan psikologi, bagaimana perasaan anak baru yang datang dengan semangat menuntut ilmu, namun ketika sampai mereka disambut dengan keadaan yang jauh di luar ekspektasi mereka. 

Ketika mereka datang, langsung disodori berbagai macam panitia dan organisasi. Hal ini menyebabkan menurunnya semangat belajar mereka. Tidak hanya itu, konsep bahkan orientasi hidup yang telah mereka tancapkan untuk menuntut ilmu, mungkin akan membias dan terkikis.

 “Bukan masalah pintar tapi ini masalah percaya diri atau mental.”

Salah satu problem yang dihadapi mahasiswa baru adalah kurangnya kepercayaan diri terhadap kemampuan dalam menghadapi ujian. “Bukan masalah pintar, tapi ini masalah percaya diri atau mental. Mereka disibukkan dengan rasa takut untuk menghadapi kurikulum pelajaran strata al-Azhar al-Syarif. Ada beberapa anak yang putus asa kemudian tidak mau masuk ujian,” jelas Syaikh Syafruddin. Dalam sisi psikologi, ketakutannya muncul bukan karena tidak mampu mengampu pelajaran, akan tetapi mereka selalu menjudge dirinya tidak akan mampu untuk lulus ke tahap selanjutnya. 

Penyebabnya adalah kurangnya motivasi bagi mereka dalam penentuan orientasi dan konsep dalam belajar. Nyatanya, setelah mendapatkan beberapa nasehat, masukan dan motivasi dari beliau akhirnya mereka mau mengikuti ujian dan lulus ke tingkat selanjutnya. Ini berarti bukan perihal kemampuan, tetapi mindset mereka yang salah dari awal. Maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menanamkan rasa percaya diri dalam pemikirannya. 

Tahap pertama dalam berbagai sisi kehidupan merupakan tahap penentuan orientasi dan konsep hidup setiap individu, sebagaimana hal ini dijabarkan oleh Plato, filsuf Yunani dalam bidang psikologi. Maka, biarlah yang mengena dalam benak mereka adalah hasil yang memuaskan dari pembelajaran di Mesir. 

Dalam menghadapi masalah ini, kekeluargaan, PPMI atau kedutaan besar Indonesia memiliki peran penting untuk membangun semangat mahasiswa baru dengan berbagai motivasi dan arahan. Karena hasilnya bukan hanya untuk mereka saja, tetapi juga membawa nama baik kekeluargaan. “Jika banyak dari anggotanya mendapatkan hasil yang memuaskan, kekeluargaan maupun organisasi mereka pun ikut merasakan euforia dari hasil mereka. Ini menjadi sebuah hal yang baik,” ungkap Syaikh Syafruddin.

Pada tahap selanjutnya, mereka akan memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dengan berbagai pengalamannya. Di sisi lain, mereka dapat memanage waktu untuk menyeimbangkan aktivitas ke depannya yang akan mereka miliki. Bagaimana cara menyeimbangkan antara organisasi dan menuntut ilmu?

Selain itu, sebagian besar dari mahasiswa baru masih bingung memilih jurusan dalam kuliah. Bukan hanya itu, kerap kali mereka kesulitan dalam memetakan permasalahan atau tahapan yang akan dihadapi. Maka alangkah baiknya diadakan pengarahan untuk itu, seperti seminar dan lain sebagainya. Nantinya setelah mendapatkan motivasi dari kekeluargaan, PPMI akan mengarah kepada hasil yang memuaskan. Tanpa diminta mereka pun akan memiliki keterpanggilan hati membantu dalam perihal kepengurusan organisasi di kekeluargaan dan lainnya. 

Begitupun dalam perspektif psikologi, hal ini menjadi wajar adanya karena mereka sudah memahami alur jalannya organisasi yang ada dari berbagai pengalaman yang mereka hadapi di tahun pertama. Baik dari kekeluargaan dalam kepengurusan visa ataupun PPMI dalam penyelenggaraan acara-acara bagi para mahasiswa Indonesia.

Masalah ini pun tidak hanya menimpa mahasiswa baru dari Indonesia. Buktinya, banyak dari mahasiswa tingkat kedua atau lebih tinggi dari itu mengalami penurunan dalam perihal nilai setelah mengikuti berbagai macam organisasi.

Hal ini pun ditanggapi oleh Syaikh Syafuddin, “Bal insanu `ala nafsihi bashirah.” Beliau menjelaskan dengan berdalilkan al-Qur`an, bahwa sebelum kita melakukan sesuatu kita harus mengetahui batas kemampuan diri kita masing-masing. 


Ketika Maba Berorganisasi
Karikatur keadaan maba ketika nerorganisasi


Beliau menyarankan adanya orang yang pintar dalam bidang psikologi baik dalam kekeluargaan ataupun PPMI. Melihat tidak semua anak yang dimasukkan organisasi itu mau dan sebaliknya, ada yang mau tapi tidak mampu atau belum mendapatkan kesempatan. Dan setiap orang itu punya keistimewaan atau kecenderungan. Karena sesuatu yang kita cintai sebagaimana pun susahnya akan menjadi mudah, begitupun sebaliknya. Kerja mudah tapi tidak suka menjadi hal yang sangat sulit. 

Dari kekeluargaan ini harus tahu mana yang dapat menghandle keduanya. Oleh karena itu, di tahun pertama tugas kekeluargaan adalah mencari dan menelaah. Agar tidak salah orang atau salah pilih. Karena ada orang yang masuk organisasi hanya ikut-ikutan dan tidak ada target. Hal ini yang menimbulkan tidak ikhlas dalam melakukan segala sesuatu.

Hal ini pun telah diterapkan oleh Plato dalam peraturan sekolah akademi yang didirikannya. “Ilmu akan dapat dicerna apabila ia menjadi bagian yang disukai oleh seseorang dan kebencian terhadap suatu ilmu membawa dampak negatif kepada pola pikir dan tingkah laku seseorang.”

Akhirnya permasalahan ini dapat dipermisalkan seperti rumah baru yang akan dibangun. Pondasi yang menjadi asas darinya haruslah benar dan tepat, baik dalam pemilihan bahan ataupun peletakkannya. Jika si tukang salah dalam menakar komposisi bahan dan peletakkannya, maka rumah ini tidak dapat dijamin berdiri lama. Sama halnya mahasiswa baru haruslah dibangun di atas orientasi yang benar, sebagaimana mereka datang untuk menuntut ilmu. Jangan sampai salah komposisi hingga akhirnya meraka jatuh dan tidak kokoh. 

Sumber: Majalah Cakrawala Edisi 17 "Memeras Keringat Maba" ditulis oleh Habib Maulana & Berliana Putri, Ed: Anjum Pelangi Putri

Posting Komentar

0 Komentar