Subscribe Us

header ads

Aku Si Pemimpi Yang Buruk


Oleh: Lina Lee
Aku Si Pemimpi Yang Buruk


Pernah enggak kita berangan tentang bagaimana perjalanan kehidupan mendatang? Tentang indahnya sebuah langkah hidup mulus tak bergelombang, tentang kehidupan akhirat yang menjadi cinta dalam ufuk bayang-bayang, tentang ketentraman yang selalu kita dapatkan tanpa celah tangis dan kesengsaraan yang sedang kita perjuangkan.

Harapan yang kokoh akan nikmatnya hidup lalu disusul oleh hadiah akhirat yang selalu menjadi tujuan manusia saat hidup di dunia ini.

Pasti pernah, bahkan aku kamu dan kita semua juga pernah.

Lalu bagaimana tentang kabar amalanmu sendiri?

Tentang sujudmu yang terburu buru, apa kau yakin kau akan memiliki segenap kebahagiaan dunia dan seisinya?

Tentang subuhmu yang sering didahului matahari, apa kau yakin dengan kemudahan urusanmu yang semakin meninggi?

Tentang fikiranmu yang sering melayang entah kemana saat sedang beribadah pada-Nya, apakah pantas disebut sebagai ahli ibadah lalu masuk ke dalam syurga dari semua pintu entah yang mana?

Tentang rasa bosan yang membara saat sedang thalabul Ilmi, apakah pantas kau memohon untuk dimudahkan dalam membangun karier dan eksistensi mendatang?

Padahal, kita hanyalah manusia biasa. Manusia yang penuh dengan kubangan dosa, manusia yang penuh dengan sandiwara dunia. Namun kerap berharap banyak tentang kesuksesan dunia dan akhirat, namun ragamu enggan meminta pada Sang Penyelamat.

Manusia yang selalu memaksa kehidupan agar mau memberikan apa yang ia mintakan, namun hati juga lupa di mana arah berpulang.
Allah Swt bersabda: “Cukuplah Allah menjadi pelindung bagi kami, Allah adalah sebaik-baik pemberi perlindungan” Ali Imaran : 173.

Coba sesekali-kali, lihat dan bandingkan bagaimana Para Sahabat, shalafu sholeh dan orang-orang terdahulu memikul belenggu pada kehidupan yang sesaat. Hati yang selalu melayang pada keabadian yang semakin erat.

Misalnya, baginda Rasullah Saw manusia sempurna yang dijamin masuk syurga dari pintu manapun, masih saja memikirkan tentang bagaimana mempersembahkan amalan terbaik semasa hidupnya, hingga terus beribadah sampai kakinya bengkak bengkil.
Aku Si Pemimpi Yang Buruk


Abdurahman bin Auf, sosok yang telah Allah limpahkan harta dan kekayaan tak tertandingi di belah dunia manapun. Ia masih saja sibuk bagaimana mampu mencapai keridhoan Allah, hingga hartanya tak berhenti ia sumbangkan sebab ketakutannya dengan hisapan akhirat yang mengerikan.

Dan para sahabat lainnya yang selalu khawatir tentang kesalamatan dunia dan jajarannya.

Lalu bagaimana dengan kita, manusia biasa dengan impian yang tinggi untuk memenuhi nafsu semata, kita yang tidak ada jaminan syurga, dan selalu lupa dengan kenikmatan dunia yang sering menggelapkan mata.

Kita memang manusia yang penuh dengan harapan akan hal yang sia sia, tentang keindahan dunia yang menjadi ajang juara. Namun mau tak mau, kita harus senantiasa memperbaiki keadaan yang kita miliki, bersyukur dan terus meminta ampun dengan beribadah dan terus bermunajat dengan cara yang terbaik.
Ingat, kita semua manusia biasa dan bukan apa apa.

Ussikum wa iyyaya nafsi.

Posting Komentar

0 Komentar